A. Pengertian Ikhlas
Ikhlas adalah ucapan, perbuatan, diam, bergerak, yang dirahasiakan, yang
ditampak, hidup atau mati hanya untuk ridha Allah swt.semata. Adapun pengertian
ikhlas yang diberikan para ulama, yaitu :
Pertama, ikhlas ialah mengkhususkan tujuan semua perbuatan kepada Allah
swt.semata. Pengkhususan ini mengharuskan tujuan perbuatan itu hanya untuk-Nya,
bukan yang lain.
Kedua : ikhlas ialah melupakan pandangan manusia, sehingga kita hanya
melihat Sang Pencipta alam. Orang yang menangis kerena takut kepada Allah swt.,
memberikan infaq, atau mengerjakan shalat di tengah ribuan, bahkan jutaan orang
akan tetap ikhlas karena tidak menggubris pandangan manusia tadi. Ia hanya
melihat pandangan Allah swt. semata.
Ketiga : ikhlas diartikan dengan tidak memaksudkan perbuatan agar
dilihat orang, namun memaksudkan agar dilihat oleh Allah swt. Sebagaiman firman
Allah swt. :
Dia-lah yang mengutus
Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya
terhadap semua agama.Dan cukuplah Allah sebagai saksi.(Qs.Al-Fath : 28)
Ikhlas merupakan kunci amalan hati. Semua amalan shalih tidak akan
sempurna tanpa dilandasi keikhlasan kepada Allah swt semata. Bahkan makan,
minum ataupun berolahraga, juga harus didasari keikhlasan.Sebagaimana firman
Allah swt. :
“Katakanlah, ‘sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya
untuk Allah swt., Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya dan demikian itulah
yang diperintahkan kepadaku…“ (QS. Al-An’am : 162-163).
Lebih mengherankan, ternyata iblis tidak berkuasa untuk menggoda semua
manusia yang ikhlas, seperti firman Allah swt. :
“Iblis berkata, ‘Ya Tuhanku, beri tangguhlah aku sampai hari mereka
dibangkitkan’.Allah swt.beriman, ‘sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang
diberi tangguh, sampai kepada hari yang telah ditentukan waktunya (hari
kiamat)’. Iblis menjawab ‘Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka
semua-nya, kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas diantara mereka’.” (QS. Shad :
79-83)
Maka, semakin menebal ikhlas kita, iblis pun akan semakin jera dan
menyingkir. Barang siapa yang melakukan shalat di Masjid, sementara ia tidak
memiliki niat ikhlas karena Allah swt. dan taat kepada-Nya, maka apa yang ia
lakukan dengan bentuk dan niat itu tidak akan memperoleh pahala. Yang memakai
hijab bukan dengan niat ikhlas dan taat kepada Allah swt., tidak akan
memperoleh pahala dari-Nya. Dan semua perbuatan yang dilakukan tanpa niat
ikhlas dan taat kepada Allah swt., maka hal itu akan sia-sia. Bahkan, derajat
kita tidak akan dinaikkan dan kita tidak akan mampu menggapai
tingkatan-tingkatan derajat yang tinggi di sisi Allah swt. kecuali dengan
ikhlas.
Rasulullah saw. bersabda yang artinya sebagai berikut :
“Allah swt.berfirman,’ jika hamba-Ku berniat
melakukan suatu amal keburukan, maka janganlah kalian (para malaikat) mencatat
kesalahannya hingga dia mengerjakannya. Jika ia telah melaku-kannya, tulislah
semisal perbuatanya. Dan jika ia meninggalkan-nya karena takut kepada-Ku, maka
tulislah baginya 1 kebaikan. Dan jika hamba-Ku berniat melakukan suatu amal
kebaikan namun belum baginya dikerjakannya, maka tulislah 1 kebaikan.Adapun
jika ia telah melakukan, maka tulislah baginya 10 kebaikan, hingga 700 kali lipat
‘.” (HR. Imam Al-Bukhari)
Al-Ghazali ra. Pernah berkata,:
“Semua manusia itu celaka kecuali orang yang berilmu.Dan semua yang
berilmu itu celaka kecuali orang yang beramal. Dan semua orang yang beramal
akan celaka kecuali yang ikhlas. Dan orang yang ikhlas selalu dibayangi bahaya
yang besar”.
Pintu gerbang keikhlasan ialah sesuatu yang bernama “niat”.Sehingga,
jika kita ingin ikhlas, kita harus selalu memperhatikan niat.
Rasulullah saw. bersabda yang artinya sebagai berikut :
إنما الأعمال بالنيّات ،
وإنما لكل امريء مانوى
“Sesungguhnya semua amal itu dengan niat. Dan sesungguhnya bagi setiap
orang itu tergantung dari apa yang ia
niatkan.”
Hadist ini termasuk hadist yang paling penting. Imam As-Syafi’i, berkata
, “ia adalah sepertiga ilmu.” Di dunia ini tidak cukup niat saja.Disana ada
hubungan antara amal dan niat.Tetapi niat harus digabung dengan amal.
C. Tanda-Tanda Ikhlas Seorang hamba Allah yang ikhlas yakin benar bahwa apa yang diniatkan dengan baik lalu terjadi atau tidak yang dia niatkan semuanya pasti telah dilihat dan dinilai oleh Allah SWT. Adapun tanda – tanda ikhlas seorang hamba antara lain :
1. Tidak mencari populartias dan tidak menonjolkan diri
2. Tidak rindu pujian dan tidak terkecoh pujian.
Pujian hanyalah sangkaan orang kepada kita, padahal kita
sendiri yang tahu keadaan kita yang sebenarnya. Pujian adalah ujian Allah,
hampir tidak pernah ada pujian yang sama persis dengan kondisi dan keadaan diri
kita yang sebenarnya.
3. Tidak silau dan cinta jabatan
4. Tidak diperbudak imbalan dan balas budi
5. Tidak mudah kecewa
3. Tidak silau dan cinta jabatan
4. Tidak diperbudak imbalan dan balas budi
5. Tidak mudah kecewa
Misal ketika kita menjenguk teman sakit di RS luar kota,
ternyata ketika kita sampai yang bersangkutan telah sembuh dan pulang. Tentu
saja kita tidak harus kecewa karena niat dan perjalanan termasuk ongkos dan
keletihannya sudah mutlak tercatat dan tidak akan disia-siakan Allah.Seorang
hamba yang ikhlas sadar bahwa manusia hanya memiliki kewajiban menyempurnakan
niat dan menyempurnakan ikhtiar.Perkara yang terbaik terjadi itu adalah urusan
Allah.Masalah kekecewaan yang wajar adalah jika berhubungan dengan urusan
dengan Allah, kecewa ketika ternyata sholatnya tidak khusyu‘, ibadahnya tidak
meningkat dan sebagainya.
6. Tidak membedakan amal yang besar dan amal yang kecil
7. Tidak fanatis golongan
8. Ridha dan marahnya bukan karena perasaan pribadi
9. Ringan, lahap dan nikmat dalam beramal
10.Tidak egois karena selalu mementingkan kepentingan bersama.
11.Tidak membeda-bedakan pergaulan
6. Tidak membedakan amal yang besar dan amal yang kecil
7. Tidak fanatis golongan
8. Ridha dan marahnya bukan karena perasaan pribadi
9. Ringan, lahap dan nikmat dalam beramal
10.Tidak egois karena selalu mementingkan kepentingan bersama.
11.Tidak membeda-bedakan pergaulan
D. Keutamaan Sifat Ikhlas
Adapun keutamaan sifat ikhlas diantaranya, yaitu :
1. Barang siapa memberi karena Allah, menolak karena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan menikah karena Allah, maka sempurnalah imannya (HR. Abu Daud)
2. Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak memandang postur tubuhmu dan tidak pula pada kedudukan dan harta kekayaanmu, tetapi Allah memandang hatimu. Barangsiapa memiliki hati yang shaleh, maka Allah menyukainya. Manusia yang paling dicintai Allah ialah yang paling bertaqwa. (HR. Ath-Thabrani dan Muslim
3. Barangsiapa memurkakan Allah untuk mendapatkan keridhaan manusia, maka Allah murka kepadanya dan menjadikan orang yang semula meridhoinya menjadi murka kepadanya. Namun barangsiapa meridhokan Allah (meskipun) dalam kemurkaan manusia, maka Allah akan meridhoinya dan meridhokan kepada-nya orang yang memurkainya, sehingga Allah memperindahnya, memperindah ucapannya dan perbuatannya dalam pandangan-Nya. (HR. Ath-Thabrani).
4. Barangsiapa memperbaiki hubungannya dengan Allah, maka Allah akan menyempurnakan hubungannya dengan manusia. Barang-siapa memperbaiki apa yang dirahasiakannya, maka Allah akan memperbaiki apa yang dilahirkannya (terang-terangan). (HR. Al-Hakim).
5. Seorang sahabat berkata kepada Rasulullah saw., “Ya Rasulallah, seorang melakukan amal (kebaikan) dengan dirahasiakan dan bila diketahui orang dia juga menyukainya (merasa senang).” Rasulullah saw. berkata, “Baginya dua pahala, yaitu pahala dirahasiakannya dan pahala terang-terangan.”
6. Agama ialah keikhlasan (kesetiaan atau loyalitas). Kami lalu bertanya, “Loyalitas kepada siapa, Ya Rasulallah?” Rasulullah saw. menjawab, “Kepada Allah, kepada kitab-Nya (Al-Qur’an), kepada rasul-Nya, kepada penguasa muslimin dan kepada rakyat awam.”
1. Barang siapa memberi karena Allah, menolak karena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan menikah karena Allah, maka sempurnalah imannya (HR. Abu Daud)
2. Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak memandang postur tubuhmu dan tidak pula pada kedudukan dan harta kekayaanmu, tetapi Allah memandang hatimu. Barangsiapa memiliki hati yang shaleh, maka Allah menyukainya. Manusia yang paling dicintai Allah ialah yang paling bertaqwa. (HR. Ath-Thabrani dan Muslim
3. Barangsiapa memurkakan Allah untuk mendapatkan keridhaan manusia, maka Allah murka kepadanya dan menjadikan orang yang semula meridhoinya menjadi murka kepadanya. Namun barangsiapa meridhokan Allah (meskipun) dalam kemurkaan manusia, maka Allah akan meridhoinya dan meridhokan kepada-nya orang yang memurkainya, sehingga Allah memperindahnya, memperindah ucapannya dan perbuatannya dalam pandangan-Nya. (HR. Ath-Thabrani).
4. Barangsiapa memperbaiki hubungannya dengan Allah, maka Allah akan menyempurnakan hubungannya dengan manusia. Barang-siapa memperbaiki apa yang dirahasiakannya, maka Allah akan memperbaiki apa yang dilahirkannya (terang-terangan). (HR. Al-Hakim).
5. Seorang sahabat berkata kepada Rasulullah saw., “Ya Rasulallah, seorang melakukan amal (kebaikan) dengan dirahasiakan dan bila diketahui orang dia juga menyukainya (merasa senang).” Rasulullah saw. berkata, “Baginya dua pahala, yaitu pahala dirahasiakannya dan pahala terang-terangan.”
6. Agama ialah keikhlasan (kesetiaan atau loyalitas). Kami lalu bertanya, “Loyalitas kepada siapa, Ya Rasulallah?” Rasulullah saw. menjawab, “Kepada Allah, kepada kitab-Nya (Al-Qur’an), kepada rasul-Nya, kepada penguasa muslimin dan kepada rakyat awam.”
E.
Perusak-Perusak Keikhlasan
Ada
beberapa hal yang bisa merusak keikhlasan yaitu:
1. Riya', ialah memperlihatkan suatu bentuk ibadah dengan tujuan
dilihat manusia, lalu orang-orangpun memujinya.
2. Sum'ah, yaitu beramal dengan tujuan untuk didengar oleh orang
lain (mencari popularitas).
3. 'Ujub, masih termasuk kategori riya' hanya saja Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah membedakan keduanya dengan mengatakan bahwa: "Riya' masuk
didalam bab menyekutukan Allah dengan makhluk, sedang ’ujub masuk dalam bab
menyekutukan Allah dengan diri-sendiri. (Al fatawaa, 10/277)
Disamping itu ada bentuk detail dari perbuatan riya' yang sangat
tersembunyi, atau di sebut dengan riya' khafiy' yaitu:
1. Seseorang sudah secara diam-diam melakukan ketaatan yang ia tidak
ingin menampakkannya dan tidak suka jika diketahui oleh banyak orang, akan
tatapi bersamaan dengan itu ia menyukai kalau orang lain mendahului salam
terhadapnya, menyambutnya dengan ceria dan penuh hormat, memujinya, segera
memenuhi keinginannya, diperlakukan lain dalam jual beli (diistimewakan), dan
diberi keluasan dalam tempat duduk. Jika itu semua tidak ia dapatkan ia merasa
ada beban yang mengganjal dalam hatinya, seolah-olah dengan ketaatan yang ia
sembunyikan itu ia mengharapkan agar orang selalu menghormatinya.
2. Menjadikan ikhlas sebagai wasilah (sarana) bukan maksud dan tujuan.
Syaikhul Islam telah memperingatkan dari hal yang tersembunyi ini, beliau berkata: "Dikisahkan bahwa Abu Hamid Al-Ghazali ketika sampai kepadanya, bahwa barangsiapa yang berbuat ikhlas semata-mata karena Allah selama empat puluh hari maka akan memancar hikmah dalam hati orang tersebut melalui lisannya (ucapan), berkata Abu Hamid: "Maka aku berbuat ikhlas selama empat puluh hari, namun tidak memancar apa-apa dariku, lalu kusampaikan hal ini kepada sebagian ahli ilmu, maka ia berkata: "Sesungguhnya kamu ikhlas hanya untuk mendapatkan hikmah, dan ikhlasmu itu bukan karena Allah semata.
Syaikhul Islam telah memperingatkan dari hal yang tersembunyi ini, beliau berkata: "Dikisahkan bahwa Abu Hamid Al-Ghazali ketika sampai kepadanya, bahwa barangsiapa yang berbuat ikhlas semata-mata karena Allah selama empat puluh hari maka akan memancar hikmah dalam hati orang tersebut melalui lisannya (ucapan), berkata Abu Hamid: "Maka aku berbuat ikhlas selama empat puluh hari, namun tidak memancar apa-apa dariku, lalu kusampaikan hal ini kepada sebagian ahli ilmu, maka ia berkata: "Sesungguhnya kamu ikhlas hanya untuk mendapatkan hikmah, dan ikhlasmu itu bukan karena Allah semata.
Kemudian Ibnu Taymiyah berkata: "Hal ini dikarenakan manusai
ter-kadang ingin disebut ahli ilmu dan hikmah, dihormati dan dipuji manusia,
dan lain-lain, sementara ia tahu bahwa untuk medapatkan semua itu harus dengan
cara ikhlas karena Allah. Jika ia menginginkan tujuan pribadi tapi dengan cara
berbuat ikhlas karena Allah, maka terjadilah dua hal yang saling bertentangan.
Dengan kata lain, Allah di sini hanya dijadikan sebagai sarana saja, sedang tujuannya
adalah selain Allah. Yaitu apa yang diisyaratkan Ibnu Rajab beliau berkata:
"Ada satu hal yang sangat tersembunyi, yaitu terkadang seseorang mencela
dan menjelek-jelekan dirinya dihadapan orang lain dengan tujuan agar orang
tersebut menganggapnya sebagai orang yang tawadhu' dan merendah,
sehingga dengan itu orang justru mengangkat dan memujinya. Ini merupakan pintu riya'
yang sangat tersembunyi yang selalu diperingatkan oleh para salafus shaleh.
Cara-cara mengobati riya'
1. Harus menyadari sepenuhnya , bahwa kita manusia ini semata-mata
adalah hamba. Dan tugas seorang hamba adalah mengabdi dengan sepenuh hati,
dengan mengharap kucuran belas kasih dan keridhaan-Nya semata.
2. Menyaksikan pemberian Allah, keutamaan dan taufik-Nya, sehingga
segala sesuatunya diukur dengan kehendak Allah bukan kemauan diri sendiri.
3. Selalu melihat aib dan kekurangan diri kita, merenungi seberapa
banyak bagian dari amal yang telah kita berikan untuk hawa nafsu dan syetan.
Karena ketika orang tidak mau melakukan suatu amal, atau melakukannya namun
sangat minim maka berarti telah memberikan bagian (yang sebenarnya untuk
Allah), kepada hawa nafsu atau syetan.
4. Memperingatkan diri dengan perintah-perintah Allah yang bisa
memperbaiki hati.
5. Takut akan murka Allah, ketika Dia melihat hati kita selalu dalam
keadaan berbuat riya'.
6. Memperbanyak ibadah-ibadah yang tersembunyi seperti qiyamul lail,
shadaqah sirri, menangis karena Allah dikala menyendiri dan sebagainya.
7. Membuktikan pengagungan kita kepada Allah, dengan merealisasikan
tauhid dan mengamalkannya.
8. Mengingat kematian dan sakaratul maut, kubur dan kedahsyatannya, hari
akhir dan huru-haranya.
9. Mengenal riya', pintu-pintu masuk dan kesamarannya, sehingga
bisa terbebas darinya.
10. Melihat akibat para pelaku riya' baik di dunia maupun di
akhirat.
11. Meminta pertolongan dan perlindungan kepada Allah dari perbuatan riya'
dengan membaca doa: "Ya Allah aku berlindung kepadamu dari berbuat syirik
padahal aku mengetahui, dan aku mohon ampun atas apa-apa yang tidak ku
ketahui."
Tidak ada komentar :
Posting Komentar