Paradigma
Bimbingan dan Konseling
Paradigma adalah
sistem acuan menyeluruh yang membimbing aktivitas masyarakat. Paradigma konseling adalah pelayanan bantuan psiko-paedogogis
dalam bingkai budaya. Artinya,
pelayanan konseling berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan dan teknologi pendidikan
serta psikologi yang dikemas dalam kaji-terapan pelayanan konseling yang
diwarnai oleh budaya lingkungan peserta didik.
Menurut American
Heritage Dictionary pemaknaan paradigma kurang lebih adalah seperangkat asumsi,
konsep, nilai, dan praktek pelaksanaan yang merupakan cara pandang dari suatu
disiplin ilmu untuk melayani masyarakat. Oleh karena itu, paradigma bimbingan
dan konseling berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktek
pelaksanaan yang merupakan cara pandang dari bimbingan dan konseling untuk
melayani masyarakat. Untuk itu, di dalam disiplin bimbingan dan konseling sudah
semestinya ada asumsi, konsep, nilai, dan seperangkat pelaksanaan yang
merupakan perspektif dalam melayani masyarakat.
Karena setiap saat,
dari waktu ke waktu, tantangan, masalah dan kebutuhan masyarakat pada umumnya
senantiasa berubah. Masalah dan kebutuhan masyarakat yang semakin bervariasi
juga menuntut bentuk layanan yang harus diberikan semakin beragam jenisnya. Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma
pendekatan bimbingan dan konseling, yaitu dari pendekatan yang berorientasi
tradisional, remedial, klinis, dan terpusat pada konselor, kepada pendekatan
yang berorientasi perkembangan dan preventif. Pendekatan bimbingan dan
konseling perkembangan atau bimbingan dan konseling komprehensif.
Paradigma pelayanan
bimbingan dan konseling berorientasi pada pendekatan komprehensif yang
didasarkan kepada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi dan
pengentasan masalah konseli maupun peserta didik.
Dalam
pelaksanaannya, pendekatan ini menekankan kolaborasi antara konselor dengan
para personal Sekolah/Madrasah lainnya (pimpinan Sekolah/Madrasah, guru-guru,
dan staf administrasi), orang tua peserta didik, dan pihak-pihak terkait
lainnya (seperti instansi pemerintah/swasta dan para ahli : psikolog dan
dokter). Pendekatan ini terintegrasi dengan proses pendidikan di
Sekolah/Madrasah secara keseluruhan dalam upaya membantu para peserta didik
agar dapat mengembangkan atau mewujudkan potensi dirinya secara penuh, baik
menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir.
Atas
dasar itu, maka paradigma bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah
diorientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi konseli
maupun peserta didik, yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar, dan
karir; atau terkait dengan pengembangan pribadi peserta didik sebagai makhluk
yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis, psikis, sosial, dan
spiritual).
Ekspektasi Bimbingan dan Konseling
Secara
Etimologis, kata ekspektasi berasal dari kata “expectation” dalam bahasa Inggris yang berarti
harapan/pengharapan. Dengan
kata lain, ekspektasi adalah apa yang
dianggap paling mungkin terjadi, yang merupakan kepercayaan yang berpusat pada
masa depan, realistis atau mungkin tidak realistis tentang perilaku atau
kinerja seseorang yang sifatnya tuntutan, atau suatu perintah. Pada
pengertian ekspektasi di atas terdapat kata “kinerja”. Oleh karena itu, kinerja
merupakan pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut
dari seseorang, suatu perbuatan, suatu prestasi.
Ekspektasi kinerja konselor tidak sama dengan
kinerja guru, walaupun keduanya merupakan pendidik yang terdapat dalam Pasal 1
Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003. Perbedaan
yang paling krusial adalah dimana Konselor tidak menggunakan materi
pembelajaran sebagai konteks layanan bimbingan dan koseling yang memandirikan,
sedangkan Guru menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan
Pembelajaran yang mendidik.
Ekspektasi kinerja konselor juga dibedakan
atas jenjang pendidikan yang dilayani pada pendidikan formal, mulai dari
tingkat Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, sampai pada
Perguruan Tinggi yang masing-masing memiliki kebutuhannya tersendiri.
Ekspektasi Kinerja Konselor dikaitkan dengan Jenjang
Pendidikan
Konselor adalah Sarjana Pendidikan (S-1) bidang Bimbingan
dan Konseling dan telah menyelesaikan program Pendidikan Profesi Konselor
(PPK). Individu yang menerima pelayanan bimbingan dan konseling disebut Konseli.
Ekspektasi Kinerja Konselor di Jenjang Pendidikan
Taman Kanak-Kanak
Fungsi bimbingan
dan konseling lebih bersifat preventif dan developmental. Kegiatan
konselor dalam komponen responsive services, dilaksanakan terutama untuk
memberikan layanan konsultasi kepada guru dan orang tua dalam mengatasi
perilaku-perilaku mengganggu (disruptive) peserta didik.
Ekspektasi Kinerja Konselor di Jenjang Pendidikan
Sekolah Dasar
Fungsi bimbingan dan konseling lebih bersifat preventif
dan developmental. Konselor berperan membantu guru mengatasi perilaku
menganggu (disruptive behavior) antara lain dengan pendekatan direct
behavioral consultation (Konselor Kunjung). Setiap gugus sekolah dasar diangkat 2 (dua) atau 3
(tiga) Konselor.
Ekspektasi Kinerja Konselor di Jenjang Pendidikan
Sekolah Menengah
Konselor mendapat
peran dan posisi/tempat yang jelas sejak diberlakukannya
kurikulum 1975. Peran konselor, sebagai salah
satu komponen student support services,
adalah men-suport perkembangan aspekaspekcpribadi,
sosial, karier, dan akademik peserta didik.
Selain itu, ekspektasi kinerja konselor juga
dapat dibedakan dengan helping profession yang lain seperti: psikiater,
psikolog, pekerja sosial, dan psikoterapis yang masing-masing mempunyai
ekspetkasi kinerja yang berbeda. Namun demikian konselor pun terbagi atas
berbagai macam jenis konselor, yaitu konselor sekolah, konselor kejuruan,
konselor rehabilitasi, konselor kesehatan mental, konselor penyalahgunaan zat
dan gangguan perilaku serta konselor perkawinan dan keluarga.
izin share ke blog saya ya
BalasHapusoke. tapi dikasih sumber kalo dari blog ku hlo ya.. :)
Hapus