Minggu, 26 Mei 2013

Paradigma dan Ekspektasi Bimbingan & Konseling


Paradigma Bimbingan dan Konseling
Paradigma adalah sistem acuan menyeluruh yang membimbing aktivitas masyarakat. Paradigma konseling adalah pelayanan bantuan psiko-paedogogis dalam bingkai budaya.  Artinya, pelayanan konseling berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan dan teknologi pendidikan serta psikologi yang dikemas dalam kaji-terapan pelayanan konseling yang diwarnai oleh budaya lingkungan peserta didik.
Menurut American Heritage Dictionary pemaknaan paradigma kurang lebih adalah seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktek pelaksanaan yang merupakan cara pandang dari suatu disiplin ilmu untuk melayani masyarakat. Oleh karena itu, paradigma bimbingan dan konseling berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktek pelaksanaan yang merupakan cara pandang dari bimbingan dan konseling untuk melayani masyarakat. Untuk itu, di dalam disiplin bimbingan dan konseling sudah semestinya ada asumsi, konsep, nilai, dan seperangkat pelaksanaan yang merupakan perspektif dalam melayani masyarakat.

Karena setiap saat, dari waktu ke waktu, tantangan, masalah dan kebutuhan masyarakat pada umumnya senantiasa berubah. Masalah dan kebutuhan masyarakat yang semakin bervariasi juga menuntut bentuk layanan yang harus diberikan semakin beragam jenisnya. Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan konseling, yaitu dari pendekatan yang berorientasi tradisional, remedial, klinis, dan terpusat pada konselor, kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan dan preventif. Pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan atau  bimbingan dan konseling komprehensif.
Paradigma pelayanan bimbingan dan konseling berorientasi pada pendekatan komprehensif yang didasarkan kepada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi dan pengentasan masalah konseli maupun peserta didik.
Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini menekankan kolaborasi antara konselor dengan para personal Sekolah/Madrasah lainnya (pimpinan Sekolah/Madrasah, guru-guru, dan staf administrasi), orang tua peserta didik, dan pihak-pihak terkait lainnya (seperti instansi pemerintah/swasta dan para ahli : psikolog dan dokter). Pendekatan ini terintegrasi dengan proses pendidikan di Sekolah/Madrasah secara keseluruhan dalam upaya membantu para peserta didik agar dapat mengembangkan atau mewujudkan potensi dirinya secara penuh, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. 
Atas dasar itu, maka  paradigma bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah diorientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi  konseli maupun peserta didik,  yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir; atau terkait dengan pengembangan pribadi peserta didik sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis, psikis, sosial, dan spiritual).
Ekspektasi Bimbingan dan Konseling
Secara Etimologis, kata ekspektasi berasal dari kata “expectation” dalam bahasa Inggris yang berarti harapan/pengharapan. Dengan kata lain, ekspektasi  adalah apa yang dianggap paling mungkin terjadi, yang merupakan kepercayaan yang berpusat pada masa depan, realistis atau mungkin tidak realistis tentang perilaku atau kinerja seseorang yang sifatnya tuntutan, atau suatu perintah. Pada pengertian ekspektasi di atas terdapat kata “kinerja”. Oleh karena itu, kinerja merupakan pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang, suatu perbuatan, suatu prestasi.
Ekspektasi kinerja konselor tidak sama dengan kinerja guru, walaupun keduanya merupakan pendidik yang terdapat dalam Pasal 1 Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003. Perbedaan yang paling krusial adalah dimana Konselor tidak menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan bimbingan dan koseling yang memandirikan, sedangkan Guru menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan Pembelajaran yang mendidik.
Ekspektasi kinerja konselor juga dibedakan atas jenjang pendidikan yang dilayani pada pendidikan formal, mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, sampai pada Perguruan Tinggi yang masing-masing memiliki kebutuhannya tersendiri.
Ekspektasi Kinerja Konselor dikaitkan dengan Jenjang Pendidikan
Konselor adalah Sarjana Pendidikan (S-1) bidang Bimbingan dan Konseling dan telah menyelesaikan program Pendidikan Profesi Konselor (PPK). Individu yang menerima pelayanan bimbingan dan konseling disebut Konseli.
Ekspektasi Kinerja Konselor di Jenjang Pendidikan Taman Kanak-Kanak
Fungsi bimbingan dan konseling lebih bersifat preventif dan developmental. Kegiatan konselor dalam komponen responsive services, dilaksanakan terutama untuk memberikan layanan konsultasi kepada guru dan orang tua dalam mengatasi perilaku-perilaku mengganggu (disruptive) peserta didik.
Ekspektasi Kinerja Konselor di Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar
Fungsi bimbingan dan konseling lebih bersifat preventif dan developmental. Konselor berperan membantu guru mengatasi perilaku menganggu (disruptive behavior) antara lain dengan pendekatan direct behavioral consultation  (Konselor Kunjung). Setiap gugus sekolah dasar diangkat 2 (dua) atau 3 (tiga) Konselor.
Ekspektasi Kinerja Konselor di Jenjang Pendidikan Sekolah Menengah
Konselor mendapat peran dan posisi/tempat yang jelas sejak diberlakukannya
kurikulum 1975. Peran konselor, sebagai salah satu komponen student support services,
adalah men-suport perkembangan aspekaspekcpribadi, sosial, karier, dan akademik peserta didik.
Selain itu, ekspektasi kinerja konselor juga dapat dibedakan dengan helping profession yang lain seperti: psikiater, psikolog, pekerja sosial, dan psikoterapis yang masing-masing mempunyai ekspetkasi kinerja yang berbeda. Namun demikian konselor pun terbagi atas berbagai macam jenis konselor, yaitu konselor sekolah, konselor kejuruan, konselor rehabilitasi, konselor kesehatan mental, konselor penyalahgunaan zat dan gangguan perilaku serta konselor perkawinan dan keluarga.

2 komentar :